Jakarta, AKUIAKU.Com — KETIKA kritik dan saran tak menemukan jalan, serta nasehat tak diindahkan, maka “satire” menjadi pilihan. Hanya masyarakat cerdas yang dapat menerima “satire” sebagai fakta kritik.
Inilah yang menjadi fitur sebuah pergelaran drama tari bertajuk, “Semar Mendem” yang ditampilkan oleh duta seni daerah dari Kota Batu Jawa Timur. Pertunjukan ini digelar di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII, Jakarta, Minggu (02/09/2018).
“Semar Mendem” bagian dari acara Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, yang diselenggarakan Badan Penghubung Daerah Provinsi Jawa Timur, dan Sub Bidang Pengelola Anjungan Jawa Timur Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai pelaksana.
Dibanding pergelaran sebelumnya, drama tari “Semar Mendem” digarap lebih menarik, baik dari segi gagasan maupun dari aspek garapan. Mengawinkan dua kutub masa tradisional dan fenomena budaya global (modern).
“Semar Mendem” adalah sebuah otokritik; sarkasme, sebuah kritik sosial yang cerdas. Mengangkat isu sosial yang menarik perhatian masyarakat. Antara lain, isu politik, suksesi kepemimpinan Nasional, masalah kebangsaan, moralitas pejabat, hingga persoalan “kids zaman now” yang melek IT (Information technology).
Eloknya, pertunjukan ini seperti “menguliti” diri sendiri. Fakta-fakta penyimpangan yang kerap terjadi di lingkup birokrasi Pemerintahan. Antara lain, terkait kasus “kongkalikong” proyek, proyek “fiktif”, penggelembungan anggaran, hingga pemalsuan data proyek yang tidak akurat. Pendek kata, semua habis disindir. Namun mampu menjadi parodi yang memikat.
Cerita Punakawan (Semar) representasi dari cerita rakyat. Tujuan satire memang membuat penonton tertawa, dan kemudian membuat mereka berpikir. “Masyarakat dan Pemerintah harus terbiasa dengan kritik. Jarang orang Pemeritahan mau “memblejeti” (menelanjangi) diri sendiri. Tapi jika memang kenyataannya ada (oknum) yang seperti itu, kita harus mau berubah,” ujar Yusak Santoso, Penulis cerita, sekaligus Sutradara, pertunjukan ini.
Yusak Santoso sendiri adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), yang bertugas di Seksi Nilai Tradisi Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Batu. Ia mengaku siap menanggung resiko bila kritiknya direspon tidak semestinya. “Biar saja tidak apa-apa. Kalau nanti muncul reaksi yang kurang diterima, saya siap menanggung resiko itu,” ujar mantan guru honorer, yang menjadi pegawai negeri sejak tahun 2006 ini.
Sebagai penulis cerita, Yusak berhasil menciptakan isu kritik lewat berbagai penokohan (karakter peran). Dialog yang lugas, plot cerita yang jelas, konflik, emosi, setting, karakter, opening dan ending, semua memiliki ikatan penting yang menautkan penikmat cerita (penonton). Pergerakan tokoh, kejadian demi kejadian dikemukakan secara jelas (dramatik).
Selain drama tari “Semar Mendem”, grup kesenian dari Batu ini juga menampilkan tari ’Gading Alit’, dan tari “Suko Syukur”. Tari “Gading Alit” menggambarkan keceriaan dan kelincahan para gadis yang beranjak dewasa. Tari ini sekaligus dipersembahkan bagi almarhum Mbah Sumantri, sosok seniman yang berperan aktif membangun kesenian di Batu.
Tari “Suko Syukur” bentuk ucapan syukur atas limpahan rahmat Tuhan terhadap bumi kota Batu, berupa alam yang sejuk, subur, makmur dengan hasil bumi yang melimpah, dan masyarakatnya sejahtera.
“Kota Batu Destinasi Wisata Dunia” Pada kesempatan tersebut, Plt. Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Drs. Imam Suryono, MM, menyampaikan pentingnya mensinergikan kesenian daerah dengan potensi kepariwisataan. Pemerintah Batu ingin mewujudkan daerahnya sebagai agrowisata internasional. Membangun Desa Wisata, sebagai bentuk pemberdayaan daerah.
“Batu sudah menjadi destinasi wisata di Jawa Timur. Kalau ke Jawa Timur belum ke Batu itu belum ke Jawa Timur. Wisata buatan di Batu tidak hanya dikenal secara Nasional, tapi juga di Asia, bahkan dunia. Tahun 2017, kami mampu mendatangkan 5 juta wisatawan,” ujar Imam memberi sambutan.
Salah satu andalan wisata kota Batu, kata Imam, adalah, “Galeri Musik Dunia Jatim Park 3”.
“Disini pengunjung bisa melihat berbagai alat musik tradisi, “gramophone record, memorabilia”, patung lilin tokoh dunia dari berbagai Negara, dan benda-benda lain yang punya nilai seni dan sejarah tinggi. Selain itu, Batu juga punya sentra perkebunan bunga,” papar Imam.
Hadir di acara ini Kepala Badan Penghubung Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Drs. Dwi Suyanto, MM, dan Kepala Sub Bidang (Kasubid) Pengelolaan Anjungan Badan Penghubung Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Timur, Samad Widodo, SS, MM. Jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Batu, serta pengurus Pawarta (Paguyuban Warga Jakarta) asal Jawa Timur.
Para seniman yang terlibat di pergelaran ini, Yusak Santoso (Penulis Cerita dan Sutradara), Afrian Saputra (Asisten Sutradara), Muhammad Dwiyanto, S.Sos (Penata Panggung), Dian Tri, Famila Yanareka, Taufiq Fiantoko (Penata Artistik), Dwi Hadi Santoso (Penata Musik), Stefanie Claudia Y dan Safi’udin Tristiantika (Penata Tari), serta puluhan pengrawit, penyanyi dan penari.
Paket Kesenian Daerah dari Batu ini dibawah pembinaan Walikota Batu, Dra. Hj. Dewanti Rumpoko, M.Si, selaku Pelindung. Plt. Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Drs. Imam Suryono, MM, selaku Penasehat, dan Kepala Bidang Promosi dan Pemasaran Dinas Pariwisata Kota Batu, Chairil Fajar Rofi, S.Si, M.Si, sebagai Penanggung Jawab Program.
Para Juri Pengamat Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur adalah, Suryandoro, S.Sn (Praktisi dan Pengamat Seni Tradisi), Eddie Karsito (Wartawan, Penggiat Seni & Budaya), Dra. Nursilah, M. Si. (Dosen Seni Tari Universitas Negeri Jakarta) dan Catur Yudianto (Kepala Bagian Pelestarian dan Pengembangan Bidang Budaya TMII).
Pergelaran selanjutnya Anjungan Jawa Timur TMII, akan menampilkan kesenian daerah dari Kabupaten Ngawi (10 September 2018), paket khusus “Festival Jaranan” (16 September 2018), Kabupaten Jombang (23 September 2018) dan Kabupaten Blitar (30 September 2018). (Red)