Jakarta, AKUIAKU.Com — DALAM rangka pelestarian budaya bangsa lewat film yang berkualitas di masa lampau. Maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merestorasi film bertajuk “Bintang Ketjil” karya Wim Umboh dan Misbach Jusa Biran yang pernah dirilis pada 1963.
“Film adalah aset budaya bangsa, agar tidak musnah. Maka Kemendikbud pada tahun ini, kami melakukan restorasi film “Bintang Ketjil”. Upaya penyelamatan dan restorasi aset seni budaya ini sangat penting. Untuk itu kami akan terus melakukan penyelamatan dan restorasi arsip film Nasional Indonesia,” kata Kepala Pusat Pusat Pengembangan Perfilman Kemendikbud, Maman Wijaya, di Jakarta, Selasa, (18/12/ 18).
Karena mahalnya biaya restorasi, maka hingga saat ini, Kemendikbud baru merestorasi tiga judul film Nasional yakni “Darah dan Doa”, “Pagar Kawat Berduri” dan “Bintang Ketjil”. Serta melakukan digitalisasi beberapa judul arsip film Nasional.
Dan film “Bintang Ketjil” dipilih, karena film ini berhasil memotret kondisi sosial masyarakat Indonesia pada masa itu. Dan nilai-nilai yang dikandung dalam film tersebut masih relevan hingga saat ini.
Film “Bintang Ketjil” juga memiliki nilai pendidikan sejarah yang tinggi. Khususnya untuk warga ibu kota Jakarta, yang mana film itu banyak merekam kondisi kota Jakarta pada masa itu.
Film “Bintang Ketjil” juga menampilkan band Legendaris Indonesia yakni Koes Bersaudara. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri untuk para penonton masa kini.
Menurut Kepala Bidang Apresiasi dan Tenaga Perfilman Film Pusbangfilm, M. Sanggupri, kesulitan merestorasi film “Bintang Ketjil”, kendala teknis. Karena kondisi film yang sudah rusak dimakan usia dan tidak ditemukannya lagi kopi negatif filmnya.
“Hal ini menyebabkan proses perbaikan fisik film membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang kami perkirakan. Beruntung, kami memiliki dua kopi positif film, pinjaman dari Arsip Nasional Republik Indonesia dan dari Sinematek Indonesia. Sehingga kami memilih kopi positif untuk direstorasi,” kata Sanggupri.
Akhirnya Film “Bintang Ketjil” dapat dinikmati semua kalangan, karena tidak hanya menampilkan subtitle Bahasa Indonesia namun juga Bahasa Inggris.
“Dengan hasil restorasi yang maksimal, selain bisa menjadi arsip negara juga bisa dinikmati anak jaman sekarang,” tandas Maman Wijaya. (Boeyil)