Kamis , Desember 12 2024
Home / Figuraku / Chrisye Legenda Musik Sesungguhnya…!

Chrisye Legenda Musik Sesungguhnya…!

Oleh : ThressNo.

Jakarta, AKUIAKU.Com — MENURUT catatan ada dua penyanyi solo yang memiliki penggemar sangat fanatik. Yakni Chrisye dan Nike Ardila, sekalipun keduanya sudah kembali ke pangkuan Allah SWT. Namun kecintaan penggemarnya tidak lekang oleh waktu.

Lalu, timbul pertanyaan, kenapa hanya kedua penyanyi tersebut…?

Jawabannya sangat “simple”. Nike Ardila, selain memiliki wajah rupawan dengan lagu-lagunya yang “ciamik” karya salaseorang musisi “Terbaik” ketika itu yang dimiliki Indonesia yakni almarhum Deddy Dores.

Nike belia saat itu, terbilang artis “multi talenta”. Sebab kerap bermain dalam film yang selalu mendapat raihan penonton yang selalu membludak. Bahkan tidak jarang menjadi foto model.

Namun tidak pernah lepas dengan sifat sosialnya terhadap sesama. Sampai memiliki dan membangun sekolah yang khusus untuk siswa/siswi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Sehingga popularitasnya terus terjaga, sampai tempat peristirahatannya yang terakhir di Pemakaman Keluarga di Ciamis.

Lalu apa yang membuat Chrisye dikenang terus oleh para penggemarnya atau para “penikmat” musik mulai dari kalangan anak-anak, remaja sampai dewasa. Bahkan baik dari kalangan biasa sampai kalangan pejabat.

Tentunya semua itu ada alasannya, karena penyanyi yang nge-hit lewat tembang bertajuk ‘Lilin-Lilin Kecil” ini. Memiliki karakter vokal yang khas, lagu-lagu sederhana dan mudah dicerna baik dari segi musik maupun runtuyan lirik-liriknya.

Jika kita mendengarkan lagu-lagu maupun musiknya, tanpa melihat sosok almarhum Chrisye. Kita sudah pasti bisa menduga, kalau itu adalah sosok Chrisye. ini merupakan “keistimewaan” sosok almarhum “Sang Legendaris Chrisye”.

Menariknya, sosok seorang Chrisye mengawal karier sebagai bassist, bukan sebagai penyanyi.

Chrisye lahir di Jakarta, 16 September 1949. Dengan nama lengkap Christian Rahadi yang kemudian merubah namanya menjadi Chrismansyah Rahadi.

Dan Chrisye terlahir dari buah kasih pasangan orangtuanya yang bernama Laurens Rahadi dengan Hana Rahadi.

Tahun 1954, keluarga Chrisye pindah ke Jl. Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Dan keluarga Chrisye kebetulan bertetangga dengan keluarga Nasution yang memang termasuk keluarga pemusik. Dan Chrisye, paling akrab dengan Gauri Nasution.

Bahkan di era tahun 70-an, Jl. Pegangsaan ini, “sohor” sebagai tempat “mangkal” para musisi di Jakarta. Sampai Keenan Nasution, sempat membuat grup band dengan nama “Gank Pegangsaan”.

Menurut “sejarawan” musik yaitu Denny Sakrie, rumah keluarga Nasution dengan Rahadi hanya terpisah satu rumah. Tentunya

Gauri dan Chrisye, sering kongkow-kongkow dan main gitar bersama serta nyanyi bersama. Chrisye kemudian belajar bass. Sebab menurut pemilik lagu “hits” bertajuk “Anak Sekolah” ini.

“Alat musik bass itu, tampaknya sebagai alat musik yang paling mudah,” ujar Chrisye, semasa hidupnya, bincang dengan penulis dalam satu kesempatan.

Singkat cerita, dengan keluarga Nasution ini, kemudian membentuk band bernama “Sabda Nada” dan mengajak Pontjo Sutowo, anak Pejabat Pertamina (ketika itu) yaitu Ibnu Sutowo. Lalu Gauri Nasution

mengajak Chrisye, bergabung di grup band “Sabda Nada” tahun 1969. Ketika itu menggantikan posisi pemain bass yang sedang sakit.

Kemampuan cabikan-cabikan bass Chrisye, ternyata memuaskan para personil band “Sabda Nada” lainnya.  Dari situlah Chrisye, kemudian menjadi personil tetap.

Grup band “Sabda Nada”, kerap manggung di klub Mini Disko yang terletak di Jl. Juanda, Jakarta. Kemudian untuk beberapa kesempatan, Chrisye diminta untuk menyanyi dan ternyata suaranya sangat mumpuni.

Merasa puas dengan kinerja Chrisye, para personil grup band “Sabda Nada” sepakat mengganti  nama menjadi grup band “The Gipsy”. Di buku Musisiku (2007), formasinya adalah Chrisye (bass), Keenan Nasution (drum), Gauri Nasution (gitar), Tammy Daudsyah (flute dan saxophone), Atut Harahap (vokal) dan Onan Soesilo yang menggantikan Pontjo pada (keyboard). Mereka memainkan musik-musik dari Jethro Tull, Blood Sweat and Tears juga Chicago.

Tahun 1972, Ibnu Sutowo menawari “The Gipsy” sebagai band untuk Restoran milik Pertamina dan Ramayana yang terletak di New York. Mereka setuju…! Namun Chrisye harus tertinggal, karena sang ayah tidak setuju. Sebab saat itu, Chrisye masih terdaftar sebagai mahasiswa di Akademi Pariwisata Trisakti. Karena dilarang bermain musik itulah, Chrisye sempat jatuh sakit.

Ayahandanya kemudian hatinya melunak dan memberikan ijin. Lalu Chrisye mengundurkan diri sebagai mahasiswa. Lalu menyusul ke New York bersama Pontjo. Setelah kontrak mereka selesai, grup band “The Gipsy” pulang ke Indonesia.

Pada 1975, Chrisye kembali ke Amerika Serikat untuk berkarier bersama grup band “The Pro’s”. Namun suatu hari, Chrisye mendapat kabar bahwa adik lelakinya yang bernama Vicky, meninggal dunia. Karena tak bisa langsung pulang ke Indonesia, pikiran Chrisye menjadi kalut.

Dalam Chrisye : Sebuah Memoar Musikal (2007), disebutkan bahwa ketika akhirnya bisa pulang ke Indonesia, Chrisye terus menangis di pesawat dan sempat mengalami depresi.

Chrisye sempat lama tak bermusik. Hingga suatu hari Nasution Bersaudara, kembali menghubungi Chrisye untuk proyek terbaru keluarga Nasution bersama Guruh Soekarnoputra : Guruh Gipsy. Mereka memainkan musik rock progresif ala Emerson, Lake & Palmer yang dibungkus dengan musik gamelan Bali.

Setelah rekaman di Laboratorium Pengembangan dan Penelitian Audio Visual Tri Angkasa yang memakan waktu lebih dari satu tahun. Akhirnya keluar album “Guruh Gipsy” yang dirilis tahun 1977 (beberapa sumber menulis dirilis pada akhir 1976). Pendanaan dibantu oleh kawan lama mereka yang sudah jadi pengusaha sukses yaitu Pontjo.

Keenan Nasution dan Chrisye menjadi vokalis utama di album ini. Chrisye bersenandung di “Chopin Larung” dan “Smaradhana”. Sedangkan di lagu “Djanger 1897 Saka”, Chrisye berduet dengan Keenan. Suara Chrisye di “Chopin Larung” amat menghantui. Suaranya lamat dan pelan, diikuti oleh bebunyian piano dan synthiser yang kelam.

Album ini mendapat sambutan baik dari kritikus. Hal ini membuat Chrisye yakin bahwa dirinya bisa bernyanyi dan dinikmati oleh penggemar maupun kritikus.

Berkat tembang fenomenal “Lilin-Lilin Kecil” nama Chrisye kian meroket di jagat musik Pop Indonesia ini semua terjadi pada tahun 1977. Chrisye menjadi penyanyi lagu “Lilin-Lilin Kecil” karya James F. Sundah. Lagu itu diciptakan Jamea F. Sundah untuk ajang ‘Lomba Cipta Lagu Remaja 1977″ yang diprakarsai oleh Radio Prambors, ketika itu radio ini menjadi radio-nya anak-anak muda di Jakarta.

Awalnya, seperti dikisahkan dalam Chrisye : Sebuah Memoar Musikal (2007) yang disusun Alebrthiene Endah. Chrisye sempat menolak ketika diajak Yockie Suryoprayogo untuk jadi vokalis di album “Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors” ini. Namun Sys NS, berhasil meyakinkan Chrisye untuk menyanyikan “Lilin-Lilin Kecil”. Sys NS mungkin ketika itu, sudah bisa menduga kalau lagu itu, akan meledak jika Chrisye yang melantunkan.

Prediksi Sys NS benar lagu “Lilin-Lilin Kecil” jadi “hits” dan laris. Album LCLR 1977, jadi album paling terlaris tahun itu. Kesuksesan ini membuat Chrisye makin mantap untuk menapaki sebagai penyanyi. Kelak, Rolling Stone Indonesia, memasukkan lagu ini di peringkat 13 dalam daftar 150 Lagu Indonesia Terbaik.

Adalah Pramaqua Records, kemudian melihat Chrisye sebagai calon penyanyi dahsyat. Mereka menawarkan Chrisye untuk membuat album. Dan Chrisye  setuju. Tak main-main, musisi pengiringnya semua para musisi kelas wahid yaitu Yockie (keyboard), Ian Antono (gitar) dan Teddy Sujaya (drum). Chrisye menyanyi dan bermain bass. Album itu kemudian diberi judul “Jurang Pemisah”.

Sekalipun album ini dahsyat secara kualitas, tapi penjualannya dianggap gagal. Dalam autobiografinya, Chrisye menyebut album ini, “Hangat-hangat Tahi Ayam dan Tidak Mencapai Ledakan Yang Diharapkan”.

Ketika musisi dan Sutradara Eros Djarot mengajak Yockie dan Chrisye untuk menggarap lagu latar film “Badai Pasti Berlalu”. Mereka setuju. Pengisi album ini adalah Chrisye, Berlian Hutauruk (vokal), Fariz R.M (keyboard/syntheser), Yockie (keyboard), Keenan (drum), dan Debby Nasution (kryboard). Chrisye menggarapnya dengan santai. Ia tak memikirkan apa-apa, termasuk uang maupun “royalti”.

“Dalam kepala saya saat itu hanya terlintas pemikiran, mana ada sih… orang menguber album berisi lagu-lagu dalam film. Kecuali yang sangat fanatik dengan filmnya,” kata Chrisye.

Di album tersebut , Chrisye pertama kali menciptakan lagu “Merepih Alam”. Lagu ini diciptakan ketika Chrisye sedang melamun di teras. Liriknya digarap, mengikuti mood yang sedang bersemangat.

Ketika itu, Chrisye, Eros dan Yockie tidak menerima royalti. Melainkan sistem bayar putus. Jadi ketika pekerjaan mereka selesai dan menerima bayaran, tidak ada lagi honor lanjutan dari “royalti”. Ini merupakan praktik yang lazim pada masa itu.

Ketika album itu dirilis pada 1977, ternyata “pasar” menyambut dengan sangat baik. Chrisye menyebut album ini dengan istilah: meledak di pasaran…! Banyak lagu dari album itu, lagu-lagunya kerap diputar terus menerus di radio dan menjadi lagu-lagu “hits”, termasuk lagu  “Merepih Alam” ciptaannya.

“Bukan itu saja, para kritikus musik, menyebutkan album itu sebagai ‘dobrakan” besar di kancah musik Indonesia. Sebuah terobosan yang mengisyaratkan pembaruan dalam warna musik pop. Bahkan ada yang menyebut album ini sebagai karya monumental yang sangat penting dalam Industri Musik Indonesia,” tutur Chrisye.

Apa yang diucapkan Chrisye bukanlah bualan. Tiga dekade kemudian, majalah Rolling Stone Indonesia membuat sensasi dengan menyebutkan sebagai “Album Indonesia Terbaik”. Peringkat satunya adalah “Badai Pasti Berlalu’. Hebatnya, di peringkat dua adalah album “Guruh Gipsy” yaitu album yang turut digarap oleh Chrisye.

Terus Berselancar di Ombak Zaman waktu berlalu, Chrisye tidak seperti banyak Bintang Pop lain yang dilupakan zaman. Chrisye tetap diingat dan terus berkarya. Banyak lagu yang dinyanyikan terasa betul karakternya, sehingga susah untuk dinyanyikan ulang penyanyi lain.

Chrisye berhasil hadir di segala zaman. Ia tidak sukses tampil sendiri tapi juga berkolaborasi dengan musisi  muda. Chrisye pernah bekerja sama dengan Ahmad Dhani, Peterpan (sekarang Noah), Ungu, Naif hingga Eross Chandra dari Sheila On 7.

Dalam autobiografinya, Chrisye pernah bilang bahwa dirinya tidak akan pernah berhenti bermusik. Hingga dirinya tidak mampu lagi untuk bermusik. Dan Chrisye menepati janjinya. Dirinya terus bernyanyi, bahkan saat dokter mengumumkan Chrisye mengidap kanker paru stadium 4 pada tahun 2005.

Saat diberi kabar dirinya mengidap penyakit  kanker dan harus menjalani kemoterapi. Chrisye tidak panik dan histeris lazimnya orang mendengar kalau mengidap penyakit yang mematikan itu.

Dalam The Last Words of Chrisye (2010), Chrisye hanya diam dan bersikap tenang ketika mendapat kabar buruk itu. Dan hanya punya satu pertanyaan…,?

“Dokter, apakah rambut saya akan rontok…?”

Tahun 2006 Chrisye sempat merilis album Chrisye By Request dan Chrisye Duet By Request. Dirinya menggandeng banyak musisi di album ini. Ada Vina Panduwinata, Waldjinah, Titi DJ, Berlian Hutauruk. Bahkan Project Pop. Namun setelah itu, kondisi kesehatannya berulang kali memburuk.

Tepat tgl 30 Maret 2007,  Chrisye tutup usia di usia 57 tahun. Almarhum sosok Chrisye dimakamkan di TPU Jeruk Purut. Kepergian Chrisye , tentu membuat dunia musik Indonesia berkabung. Sepanjang kariernya, Chrisye telah menghasilkan 9 album proyek, 4 album soundtrack (termasuk Ali Topan Anak Jalanan) dan soundtrack film “Gita Cinta Dari SMA” karya cipta Guruh Soekarno Putra yang liriknya ditulis oleh Novelis, Sastrawan, Penulis Skenario, Budayawan asal Bandung yaitu Eddy D. Iskandar.

Sebagai penyanyi “Sang Legendaris” tentunya Chrisye memiliki penggemar fanatik. Adalah  Ferry Mulsidan Baldan, seorang Politikus yang juga mantan Menteri ini, sangat tergila gila dengan Chrisye. Meski dia tidak menunjukkan tingkah berlebihan, seperti penggemar Nicolas Cage yang mengikuti sang idola sampai ke kamar tidurnya.

Ferry menunjukkan kecintaannya kepada Chrisye dengan “smooth”, tidak lebay, walaupun dalam ukuran seorang penggemar apa yang dilakukannya sangat luar biasa. Cara Ferry menunjukkan diri seolah sejalan dengan karakter, perilaku dan gaya hidup sang idolanya.

Chrisye yang kemudian mengganti namanya menjadi Chrismansyah Rahadi, setelah menikah dan menjadi mualaf. Memang dikenal sebagai seorang pesohor yang tidak neko-neko. Jalan hidupnya lurus, tidak pernah terdengar dia terlibat dengan minuman keras atau napza hingga akhir hayatnya. Meski namanya sangat terkenal, Chrisye adalah seorang yang pemalu dan cenderung introvert.

Ragam bentuk Ferry mencintai Chrisye. Dengan membuat buku tentang Chrisye, lomba nyanyi lagu Chrisye antar media, mengajak kerabatnya untuk nonton film “Chrisye” di berbagai kota di Indonesia. Dan setiap tahun tepat “Sang Idola” meninggal, 30 Maret. Ferry selalu menyempatkan diri berziarah. Pantaslah,  kalau penyematan gelar “Chrisye Legenda Musik Sesungguhnya”. ***

About Aku

Check Also

Pedangdut Cantik Balena, Turut Hibur Masyarakat dan Para Raiders Komunitas Motor Royal Enfield

BEKASI, AKUIAKU.COM — PEDANGDUT cantik asal kota Sukabumi, Balena terlihat akrab dengan para Raiders Komunitas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *