Jakarta, AKUIAKU.Com — SETIAP daerah memiliki potensi unik dan menarik tentang seni dan budayanya. Termasuk kesenian dan budaya dari kota Kediri. Walau Tayub tidak secara spesifik sebagai kesenian tari asal Kediri, namun pemanggungan tarian ini menarik untuk dicermati.
“Tayub” dengan judul ”Tari Ledhek” inilah yang menjadi repertoar pembuka penampilan grup kesenian daerah dari kota Kediri, di ajang Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, beberapa waktu lalu.
Memilih judul ”Tari Ledhek” pada Tayub adalah pilihan menarik. Pertunjukan ini seakan mengonfirmasi adanya stigma negatif terhadap penarinya (Ledhek).
Apa penyebab timbul penilaian semacam ini…..?
Sebab adakalanya para penikmat seni Tayub terpengaruh minuman keras yang bisa mengganggu para Ledhek. Penilaian lainnya, gerakan sang “Ledhek” atau penarinya kerap dinilai sensasional dan seronok, erotis.
Namun di tangan Penata Tari, Yolanda Putri P. S,Pd, “Tari Ledhek” menjadi hiburan atraktif dan menarik. Membawa pesan sosial menyangkut “gender” diskriminasi, pembedaan peran normatif laki-laki terhadap perempuan, tampil menarik dalam tata gerak yang dinamis. Terutama dalam penguasaan materi gerak, akselerasi, penguasaan panggung, ekspresi dan rasa percaya diri.
“Tari Ledhek” menggambarkan seorang Penari Tayub Perempuan yang kerap dilecehkan. Namun sang “Ledhek” tetap teguh pada pendirian, menjadi seorang penari yang selalu menjaga norma dan etika, serta menjaga kehormatannya sebagai perempuan.
Sajian berikutnya yang tak kalah menarik adalah Fragmen Tari berjudul ”Maling Genthiri”. Lewat repertoar tarian berjudul ”Kediri Harmoni”, para seniman yang umumnya remaja ini berhasil membuka pertunjukan dengan anggun dan mempesona.
Tembang dan irama (Fending) sebagai pengiring berhasil mempertegas gerak. Penonton juga tak melulu menikmati rangkaian gerak, tapi juga harmoni tata rias dan busana yang terlihat selaras dan mencerminkan tema.
Fragmen tari berjudul ”Maling Genthiri” menceritakan seorang tokoh bernama mbah Boncolono. Bagi warga Kediri, mbah Boncolono adalah pahlawan. Beliau dikenal dermawan dan sering menolong masyarakat lemah. Sebaliknya ia tidak disukai penguasa dan pengusaha, karena disebut pengacau, pemberontak dan sering merampok harta benda mereka.
Di kalangan penguasa, mbah Boncolono, dikenal sebagai “Maling Genthiri”, sosok yang paling dicari, buronan nomor satu. Tetapi karena kesaktiannya, mbah Boncolono kerap luput dari kejaran penguasa Belanda.
Paket Kesenian Daerah yang dikemas dalam bentuk “Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur” ini. Diselenggarakan Badan Penghubung Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Selain menampilkan berbagai pertunjukan Seni, acara juga dimeriahkan dengan pameran berbagai produk unggulan khas kota Kediri. Antara lain Seni Kerajinan seperti Batik, T-Shirt, Ukir-Ukiran Patung, Topeng, Barong, Jaranan. Dan Seni Lriya lainnya. Pameran juga menampilkan berbagai produk Kuliner jajanan “khas” Kediri. (HKS)