Jakarta, AKUIAKU.Com — DUTA Seni Kabupaten Kediri menampilkan berbagai ragam repertoar. Penampilan mereka terlebih dulu diawali dengan munajat, do’a, “Hastungkara” mantra suci. Persembahan ini menggambarkan bersatunya (akulturasi) Budaya Islam dan Budaya sebelumnya. Percampuran kebudayaan ini kemudian diserap menjadi Pandangan, Pemikiran, Amalgamasi, Falsafah Hidup dan Budaya Nusantara.
Simaklah mantra “Hastungkara” yang mereka tampilkan. Didahului dengan mengucap, “bismillah, kalawan nyebut asmaning Allah, kang Maha Welas lan Maha Asih”. (Dengan menyebut nama Allah; yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). “Siro-lah, zat Allah, sifat Allah, sifat langgeng, langgeng awit kersaneng Allah”. (Engkau-lah, zat Allah, sifat Allah, sifat kekal, kekal selamanya dari yang maha berkehendak yaitu Allah). “Ingsun nenuwun kersaneng Gusti”. (Kami memohon kerindhaan-Mu ya Allah). “Rahayu; slamet saka kersa neng Allah”. (Berkah keselamatan sebab kehendak Allah).
Setelah “Hastungkara” tampil secara bergilir beberapa Karya Tari “Gambyong Dhoko”, “Nyai Plandang” dan Tari “Penthul Marucul”. Diselingi penampilan duo sinden yang membawakan beberapa lagu, “Sonjo Kediri”, “Gunung Kelud” dan tembang “Kediri Lagi” dengan iringan arasemen musik daerah.
Puncak pertunjukan ditutup dengan pergelaran unggulan berupa Drama Tari bertajuk, “Sumilaking Prahara Bumi Jenggala”.
Walau sempat aral karena aliran listrik padam, namun tak menyurutkan para Aktor, Aktris, Penari, Sinden, Pengrawit dan seluruh elemen yang terlibat dalam pementasan ini untuk menyuguhkan Karya Seni Terbaik.
“Sumilaking Prahara Bumi Jenggala” membawakan cerita Panji, yang menceritakan kisah cinta pasangan Panji Inukertapati dan Dewi Sekartaji. Raden Panji merupakan Putera Mahkota Kerajaan Jenggala. Sementara Dewi Sekartaji, merupakan “Sekar Kedhaton” (Putri Kerajaan) Daha atau Kediri. Kedua Putra-Putri Raja ini, sudah diperkenalkan oleh orang tua mereka sejak kecil. Namun dalam berbagai varian ceritanya, perjodohan itu menghadapi berbagai tantangan.
Dalam kisah “Sumilaking Prahara Bumi Jenggala” ini, antara lain ada sosok “Raseksi” (Raksasa) jahat yang menciptakan keonaran di bumi Jenggala. “Raseksi” terbakar sifat hasut, iri dan dengki, karena tak ingin melihat kebahagiaan pasangan kekasih ini.
Cerita Panji ini diyakini sebagai “Karya Sastra Asli Indonesia” yang berkembang seiring dengan tumbuhnya Majapahit di wilayah Nusantara. Tak hanya dikenal di Bali, Lombak dan di Sumatera, cerita ini menyebar hingga ke semenanjung Malayu, Kamboja, Thailand dan Myanmar. Bahkan diadaptasi ke dalam Kearifan Lokal masing-masing.
Cerita Panji dapat dijadikan inspirasi melalui nilai-nilai Kepahlawanan, Keberanian, Keteguhan dan Kasih Sayang. Tidak hanya antar sesama manusia dan lingkungan, melaikan ajaran “Sumarah Marang Gusti” (Sifat pasrah yang dinamis kepada Tuhan). Cerita Panji ditetapkan sebagai “Memory of the World (MoW)” oleh UNESCO, sejak 31 Oktober 2017 lalu.
Para seniman yang terlibat di pergelaran ini, Sulistiyowati, S.Sn (Ide Cerita), Sugeng, S.Sn. (Penulis Cerita), Nur Setyani, S.Sn (Sutradara), Agma Rila may Risqi, S.Pd (Asisten Sutradara), M. Yahya (Penata Musik), Putri Jania Setyawati, S.Sn (Penata Tari), Rizkyo Noufal Diwa Murni* (Artistik), Saifudin Resbangun (Penata Panggung), Vionita Rizkyka Ariyanto (Penata Kostum dan Penata Rias), serta puluhan pengrawit, penyanyi dan penari.
Pertunjukan ini di bawah pembinaan manajemen, Bupati Kediri Dr. H. Hariyanti Sutrisno* (Pelindung), Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Ir. Adi Suwignyo, M.Si (Penasehat), Kepala Bidang Kesenian Kabupaten Kediri, Patarina, S. Hut (Penanggung Jawab), dan Kepala Seksi Jasa Hiburan dan Kelembagaan Kabupaten Kediri, Sulistiyowati, S.Sn (Pimpinan Produksi).
Para Juri Pengamat Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur adalah, Suryandoro, S.Sn (Praktisi dan Pengamat Seni Tradisi), Eddie Karsito (Wartawan, Penggiat Seni & Budaya), Dra. Nursilah, M. Si. (Dosen Seni Tari Universitas Negeri Jakarta), dan Catur Yudianto (Kepala Bagian Pelestarian dan Pengembangan Bidang Budaya TMII).
Anjungan Jawa Timur selanjutnya akan menampilkan drama tari “Untung Suropati Merdiko” yang akan dibawakan oleh duta seni dari Kota Pasuruan (18/08/2019). Setelah itu digelar “Festival Jaranan Jawa Timur 2019” (25/08/2019). Agenda acara budaya akan ditutup dengan pageralan wayang kulit semalam suntuk bersama Dalang Ki Seno Nugroho, (Sabtu, 31/08/2019). Pentas wayang dari Kabupaten Ngawi ini sekaligus menandai peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 H. (Ramadhan Panjaitan).