Jakarta, AKUIAKU.Com — OLAHRAGA (Silat), jelas Taufiq, mampu menciptakan persatuan yang memadukan dan mengharmoniskan seluruh bangsa. Tanpa mengenal Ras dan warna kulit. Pada level kejuaraan dunia, olahraga mampu menyatukan semua bangsa. Survivalitas dan sportifitas, mampu menggerakkan mereka untuk bersama-sama mencapai satu tujuan yaitu kemenangan dan keberhasilan.
“Nilai-nilai inilah yang akan kita hadirkan lewat film. Menampilkan topik olahraga dan permainan yang mengandung energi besar. Kita tahu, di olahraga terdapat kompetisi, kejujuran, adu kekuatan, dan adu strategi. Tapi, di olahraga juga terdapat persahabatan, persaudaraan dan kekeluargaan,” ujar Produser, yang sudah banyak menangani berbagai satuan mata acara di televisi ini.
Proses penggarapan film “Lo Ban Teng” papar Taufiq, akan melibatkan beberapa perguruan beladiri lokal.
“Kita harapkan kerjasama ini akan menciptakan simbiosis mutualisme. Para penggiat beladiri antar Negara, serta film ini bisa di terima masyarakat luas. Para aktor dan aktris film ini tak hanya mempertontonkan kehebatan capaian mereka di bidang olahraga. Tetapi diharapkan dapat menggelorakan obor peradaban maju di Asia, khususnya Asia Tenggara,” paparnya.
Silat, lanjut Taufiq, salasatu bentuk identitas Seni Beladiri Nusantara kebudayaan Indonesia. Silat kini tidak hanya sebagai alat Seni bela diri, tetapi berkembang menjadi sebuah upaya. Dalam memelihara kesehatan melalui olehraga.
“Silat juga membentuk karakter bangsa yang tangguh, kuat, berbudi luhur. Dan berkembang menjadi watak identitas bangsa,” kata Produser yang karyanya “Petualangan Didi Tikus” yang sempat meraih Penghargaan di ajang Panasonic Award 2012, sebagai Film Animasi Pertama Asli Indonesia ini.
Selain pencak silat, terang Taufiq, tidak banyak orang tahu kalau di Indonesia ada perguruan ilmu bela diri “Kung Fu” beraliran “Ngo Chu Kun”. Perguruan ini didirikan dan dikembangkan oleh seorang Guru bernama “Lo Ban Teng”. Aliran yang lahir sejak tahun 1928 ini, tersebar tidak saja di sejumlah daerah di Indonesia. Juga di beberapa negara di Asia.
“Kisah nyata inilah yang mendasari roh film yang akan kita Produksi,” ujarnya.
Film “Lo Ban Teng”, berkisah tentang seorang Pemuda dari Desa Ciobee, Hokkian. Di Desa tersebut dia bersama keluarganya adalah pendatang. Ayahnya, Lo Ka Liong membuka usaha arak bernama Kim Oen Hap. Sejak umur 14 tahun, “Lo Ban Teng” sudah belajar Kungfu dengan seorang Guru di Desa-nya. Umur 17 tahun, “Lo Ban Teng” dikirim ayahnya ke Kampung Selan, Semarang Jawa Tengah. Disana, dia hanya bertahan 7 bulan. “Lo Ban Teng” memutuskan kembali ke Tiongkok.
Sekembalinya dari Semarang, “Lo Ban Teng” mendengar tentang adanya ilmu “Gingkang” atau melompat melebihi tinggi tubuhnya, hingga ke atas genteng. Sejak saat itu dia kembali menekuni Kungfu lagi. Dia mengabdi pada Guru tua kerempeng bernama Yoe Tjoen Gan, hingga menemukan rahasia teknik pukulan dahsyat, “Kuntao Ho Yong Pay”.
Ketika sang Guru meninggal, “Lo Ban Teng” tetap belajar Kungfu pada Guru lain. “Lo Ban Teng” tak mengenal lelah terus berguru dan belajar “Kungfu”. Hhingga ilmu-ilmu lainnya. Termasuk mengobati orang. Dari sanalah, akhirnya “Lo Ban Teng” dikenal sebagai “Sinshe” yang tersohor, di samping ahli dalam ilmu bela diri. Niatnya, untuk menolong orang.
Film yang konon ceritanya dari awal sampai akhir penuh dengan adegan perkelahian dan mendebarkan ini, targetnya tahun 2020 sudah tayang di bioskop. (Eddie Karsito).