Bandung, AKUIAKU.Com —
DALAM rangka menyambut akhir tahun di musim kelimanya kali ini, Bandung Philharmonic Orchestra menyajikan konser simfoni berjudul Flame of Joy pada Sabtu, 30 November 2019 dan Minggu, 1 Desember 2019 di Ballrom Lantai 3 Hotel Hilton
Jl. HOS Tjokroaminoto No.41-43, Kota Bandung.
Masih bersama Robert Nordling dan Michael Hall sebagai Artistic Director, judul ini dipilih secara khusus. Karena Bandung Philharmonic berharap agar para tamu yang hadir dapat merasakan Euforia penuh dari lagu-lagu yang dipersembahkan. Dan tenggelam dalam alunan musik dan suasana konser.
Robert Nordling mengulas sebagai pembuka konser, Bandung Philharmonic juga menyajikan karya bertemakan liburan yang akan dibawakan dalam 2 versi yaitu versi “Sleigh Ride from Lt. Kjiekarya Sergiu Prokofiev” dan “Sleigh Ride karya Leroy Anderson”.
“Kami juga mempersembahkan penampilan perdana dunia, “Terbangnya Burung” karya
Arya Brahmantya Boga. Juara Pertama Kompetisi Komponis Muda Indonesia 2019,” terangnya.
Robert menambahkan bahwa
Sebagai penutup konser, akan ditampilkan juga “Symphony No 9 op.125 in D Minor” karya Ludwig van Bethoveen yang juga terkenal dengan nama “Ode to Joy”.
“Ada sekitar150 penampil kami yang terdiri dari para
musisi dan penyanyi dari berbagai negara yaitu Amerika, Belanda, Spanyol, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Filipina, dan tentunya Indonesia,” ulasnya.
Robert juga menambahkan bahwa karya Bethoveen yang ditampilkan sangat “unik”, ada percikan bahagia, ada nuasa kemarahan atau bahkan kesedihan. Karena memang dibuat oleh seorang Komponis yang memiliki pergumulan yang berat dalam hidupnya.
“Bethoveen memiliki kisah yang sangat sulit, karena ayahnya tidak berprilaku baik dan ibunya meninggal saat ia masih kecil. Bethoveen tidak menikah dan wanita yang ia cintai menikah dengan orang lain. Dia tidak memiliki banyak sahabat, sehingga terkadang menjadi pribadi yang pemarah, karena kisahnya yang tak terlalu baik,” terangnya.
Robert kembali bercerita bahwa Bethoven seorang Komposer yang diakui saat dia hidup. Dan pada saat usia 29 tahun, mulai mengalami gangguan pendengaran, dan dalam periode lima tahun berikutnya, ia kehilangan kemampuan dalam mendengar.
“Menariknya hampir semua karya besar yang ditulis oleh Bethoveen dibuat saat ia tuli. Setiap “note” yang ia ciptakan. Berthoven tidak pernah mendengarkan, dia hanya mendengarkan dalam hatinya. Dan bayangkan Bethoveen yang menulis karya ini, sangat menginspirasi saya. Dan saya berharap juga para penonton yang menghadiri konser ini dapat merasakannya,” pungkasnya malam itu. (Tiwi Kasavela).