KPK melakukan intervensi terhadap laporan Toto di Polrestabes Bandung, apakah KPK khawatir apa yang di tuduhkan terhadap Toto merupakan satu bentuk rekayasa? Sebab Toto selalu menyangkal apa yang dituduhkan kepadanya dan meminta KPK membuktikan sumber uang yang diberikan kepada mantan Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin dari mana asalnya dan uang siapa sebenarnya?
BANDUNG, AKUIAKU.Com — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR), menyoroti penetapan Bartholomeus Toto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korusi (KPK). Pasalnya, dalam penetapan itu ada beberapa kejanggalan dalam pemeriksaan beberapa orang yang dijadikan tersangka Kasus Suap Meikarta oleh KPK.
“Termasuk terasa janggal, penetapan itu hanya berdasarkan pengakuan Edy Dwi Soesianto (EDS) dalam kesaksian persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung,” ujar Ketua Umum LSM INAKOR Marcky Polii, SE yang didamping LBH INAKOR menyikapi persoalan kasus Meikarya kepada wartawan di Bandung, Jumat (27/12/2019).
Untuk itu, LSM dan LBH INAKOR mengajak semua unsur masyarakat untuk mengawal Kasus Suap Meikarta yang sedang berproses di KPK supaya tahu aktor intelektualnya, sebenarnya siapa. KPK harus menemukan aktor intelektuanya dan dijerat untuk dijadikan tersangka oleh KPK.
Dikatakan Marcky Polii, sebagai lembaga sosial kontrol yang kritis terhadap korupsi INAKOR, siap mendukung mantan Direksi PT. Lippo Cikarang, Tbk Bartholomeus Toto untuk melawan rekayasa dan fitnah. Begitu juga, sejumlah LSM lainya mereka juga siap melawan ketidak adilan yang di alamatkan kepada Barhtolomeus Toto.
Sebagaimana kita kita ketahui perkembangan kasus Korupsi Meikarta yang melibatkan banyak pihak, saat ini KPK sedang melakukan penyelidikan kembali kasus Meikarta, dengan telah menetapkan Iwa K Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat dan Bertholemeus Toto yang dijadikan sebagai tersangka dalam kasus suap mega proyek Meikarta.
Penetapan Toto sebagai tersangka kasus suap Meikarta berdasarkan keterangan saudara EDS Kepala Divisi Land Ackuisition Permit PT Lippo Cikarang, menyatakan pemberian uang atas perintah Toto dan uangnya juga dari Toto, atas keterangan ini maka Barhtolomeus Toto melakukan pembantahan. Bagaimana mungkin perusahan yang sudah TBK mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar tanpa ada pertanggung jawaban.
“Maka, atas keterangan EDS ini Bartholomes Toto melaporkan EDS ke Polrestabes Bandung dengan dugaan memberikan keterangan palsu. Langkah itulah sangat tepat yang dilakukan Toto,” tambah Marcky.
KPK sebagai lembaga superbody yang mensupervisi atas semua kasus-kasus korupsi yang sama jika telah dilakukan penyelidikan maupun penyidikan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.
Namun sayang berdasarkan informasi yang kami dapat, terhadap keterangan palsu yang dilaporkan Toto ke Polresta Bandung oleh EDS, KPK telah melakukan intervensi dengan meminta laporan Toto itu dihentikan, padahal EDS ini tidak dalam tuduhan melakukan korupsi dimana bukan menjadi wewenang KPK untuk melakukan supervisi terhadap laporan tersebut.
KPK melakukan intervensi terhadap laporan Toto di Polrestabes Bandung, apakah KPK khawatir apa yang di tuduhkan terhadap Toto merupakan satu bentuk rekayasa? Sebab Toto selalu menyangkal apa yang dituduhkan kepadanya dan meminta KPK membuktikan sumber uang yang diberikan kepada mantan Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin dari mana asalnya dan uang siapa sebenarnya?
Dengan terbukti sumber uang tersebut maka akan jelaslah peran Toto apakah dia yang memerintahkan dan pantas menjadi tersangka atau Toto hanya dijadikan tumbal untuk melindungi peran besar seseorang dibalik kasus ini yang kemungkinan sebagai tersangka sebenarnya dan siapakah orang tersebut?
Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU NO. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bab V Tentang Peran Serta Masyarakat untuk ikut mengawal Kasus Suap Korupsi Meikarta ini yang sedang berproses di KPK agar terang benderang supaya aktor intelektual Kasus Suap tersebut bisa dijerat dan dijadikan tersangka oleh KPK sehingga tidak terkesan ada tumbal atau kriminalisasi untuk melindungi Tersangka yang sebenarnya. (**)