Oleh:
Mohamad Rudiana Kari Mulyana
Institut Seni Budaya Indonesia Bandung
Deskripsi: Berbagai jenis kesenian tradisional tersebar di Jawa Barat dengan bentuk dan penyajian yang beraneka ragam, salah satunya adalah seni Degung.
Kata kunci: Degung Klasik Wanci Kiwari,LP2M, ISBI Bandung 2023
PENDAHULUAN
Gamelan Degung merupakan salah satu Gamelan yang popular dan khas dari daerah tatar Pasundan yang diperkirakan lahir sekitar abad ke – 18. Dalam penyajian Karawitan Sunda seni Degung termasuk pada bentuk Seni Karawitan campuran artinya disajikan gabungan antara vocal dan instrument atau dalam istilah karawitan Sunda dikenal dengan istilah waditra.
Dalam sebuah literasi dituliskan, Degung merupakan gamelan khas Sunda yang diperkirakan muncul pada abad ke-18. Istilah Degung berasal dari kata “ngadeg” (berdiri) dan “agung” (megah) atau “pangagung” (bangsawan). Dilihat dari asal katanya tersebut, yang dimaksud gamelan Degung adalah kesenian yang ditujukan bagi kemegahan atau keagungan martabat bangsawan.
Salah seorang Maestro Degung dan mantan pengajar Mata Kuliah Degung Entis Sutisna menyatakan bahwa pada mulanya Gamelan Degung hanya dimiliki dan popular dikalangan menak (Bupati), digunakan sebagai sarana hiburan serta media penyambutan tamu di Keraton atau Pendopo kabupaten.
Seiring dengan perkembangan jaman seni Degung mengalami pergeseran fungsi, semula Degung popular dikalangan menak dan menjadi salah satu seni pertunjukan untuk penyambutan tamu-tamu kalangan Menak atau Bangsawan bergeser menjadi seni pertunujukan yang digemari pula oleh masyarakat luas atau rakyak biasa dengan penyajian dan kreativitas yang berbeda-beda baik disajikan secara instrumental (tanpa vocal) maupun sudah mempergunakan vocal. Mamat Rachmat salah seorang pangrawit Seni Degung era Bapak Entjar Carmedi lebih lanjut mengatakan, “ bahwa pada saat ini memang eksistensi seni Degung tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, sekitar tahun 1980 sampai 1986 seni Degung masih bisa dinikmati oleh masyarakat, baik secara langsung (live performing maupun dalam bentuk rekaman. (wawancara Bapak Mamat Rachmat tgl 20 September di Bandung).
Secara instrumentasi seperangkat Gamelan Degung terdiri dari Bonang, Panerus, Peking, Jenglong, Suling, Kendang dan Goong. Pada mulanya waditra Jenglong berbentuk penclon diletakan dengan posisi digantung namun pada saat ini ada juga yang disimpan dibawah (mempergunakan ancak) yang dikenal dengan istilah Gamelan Temprak.
lPEMBAHASAN
Secara penyajian seni Degung dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Degung Klasik.
Degung Klasik adalah salah satu seni pertunjukan yang material utamanya mempergunakan gamelan instrumentalia yang berlaras Degung. Ciri khas musikal Gamelan Degung tersebut terdapat pada melodi lagu yang dibawakan oleh tabuhan waditra Bonang dengan menggunakaqn pola tabuh gumekan (tabuhan yang dilagukan), sedangkan waditra suling yang digunakan adalah suling lubang empat dengan pola permainan melodi yang berpatokan pada melodi yang dibawakan oleh tabuhan bonang. Dengan perkembangan zaman, munculah gamelan degung kreasi sebagai salah satu peristiwa pengembangan gamelan degung sebagai salah satu gaya garap dalam gamelan degung. Aspek musikal yang membedakan garap degung klasik dengan degung kreasi, secara umum dapat dilihat dari pola tabuhan waditra bonang; degung klasik dengan menggunakan pola tabuh gumekan, sedangkan pada degung kreasi yang digunakan adalah pola tabuh kemprangan, susulan, cacagan, dan carukan sebagai pengaruh dari pola tabuhan gamelan kiliningan yang kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan kebutuhan garap Gamelan Degung.
Dalam buku yang berjudul “Perkembangan Pola-Pola Tabuhan Gamelan Degung di Jawa Barat”, yang ditulis oleh Abun Somawijaya pada tahun 1986, menceritakan tentang teknik tabuhan Degung klasik. Degung klasik merupakan salah satu gaya garap dalam gamelan Degung. Ciri khas musikal dari gaya garap gamelan Degung tersebut, dapat ditemukan pada melodi-melodi yang dibawakan oleh waditra bonang dengan menggunakan pola tabuhan gumek dan penggunaan serta garap waditra Suling Degung (Suling lubang empat) dengan pola permainan melodi yang berpatokan pada melodi yang dibawakan oleh waditra Bonang.
Degung klasik diduga berasal dari seni Degung yang berkembang pada sekitar akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Hal tersebut tercermin dari kemiripan penggunaan waditra-waditra yang terdapat dalam perangkat gamelan degung yang digunakan pada seni degung pada saat itu dengan perangkat gamelan degung yang digunakan pada saat ini. Perangkat gamelan degung yang digunakan pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, terdiri dari waditra koromong (bonang) 13 penclon, cѐmprѐs (sarong panjang) 11 wilah, degung (jenglong) 6 penclon, dan goong satu buah. Pada tahun 1921, dilakukan penambahan waditra kendang dan suling oleh bapak Idi dan pada sekitar tahun 1985 dilakukan juga penambahan unsur vokal (sekar) dalam garap seni degung oleh Grup Parahyangan pimpinan E. Tjarmedi (Kurnia dan Nalan, 2003: 41-42). Perangkat gamelan Degung yang digunakan dalam Degung klasik pada saat ini, terdiri dari waditra Bonang, Saron Peking, Saron Panerus, Jenglong, Goong, Kendang dan Suling Degung (Suling lubang empat).
2. Degung Kreasi.
Sesuai dengan namanya “Degung Kreasi” secara teknis berarti dalam Degung Kreasi sudah nampak sentuhan kreativitas “kekinian” baik secara musikal, kompositoris, instrumentasi maupun penyajian. Secara musikal dalam Degung Kreasi sudah banyak mengadopsi pola permainan dan gramatika musik diluar pakem Karawitan Sunda (Degung). Secara Instrumentasi masih kelihatan pakem Degung secara konvensional namun tak sedikit pula para kreator yang sudah menambahkan element-element musik lainnya, seperti penambahan nada sisipan, dan menambahkan perkusi seperti seperti Perkusi Latin, Afrika dan Arab, semua dilakukan menyesuaikan pada komposisi lagu atau materi yang akan disajikannya.
Dalam buku Diktat “Mata Kuliah Degung: Pola Dasar Degung Kawih dan Pirigannya”, yang ditulis oleh Ening Sekarningsih tahun 2009, menceritakan tentang teknik tabuhan Degung kreasi baru. Degung kreasi merupakan salah satu gaya garap dalam Gamelan Degung. Aspek musikal pada pola tabuhan waditra Bonang yang digunakan dalam Degung Kreasi di antaranya adalah pola tabuhan kemprangan, susulan, cacagan, dan carukan yang merupakan hasil adopsi dari pola tabuh waditra Bonang dan Rincik dalam garap Gamelan Kiliningan.
Salah satu dari garap degung kreasi terjadi pada sekitar tahun 90-an, dengan sosok kreator bernama Nano S bersama grup degung Gentra Madya. Garap musikal degung kreasi yang dilabeli nama ‘Degung Kawih’ dalam album kasetnya, adalah dengan memasukan laras madenda kepada gamelan degung dan memasukan sturuktur musikal yang mirip dengan yang terdapat dalam garap gamelan wanda anyar Mang Koko.
Struktur musik yang dimasukan tersebut terdiri dari gending intro, iringan sekar yang mengadopsi pola iringan gamelan kiliningan, gending macakal, dan gending akhir atau coda. Selain hal tersebut, Nano S juga memasukan beberapa waditra tambahan seperti kacapi siter dan suling lubang enam. Adapun materi lagu-lagu yang populer di era tersebut di antaranya adalah lagu Kalangkang, Tibelat, Anjeun, Rumaos, dan lain-lain. Selain dari Nano S dan DASENTRA, terdapat Iik Setiawan, Lili Suparli, dan Ismet Ruchimat. Ismet Ruchimat, dkk menggarap musikal degung kreasi dengan memasukan unsur nada diatonis ke dalam gamelan Degung yang kemudian dilabeli nama DEDIKASI (Degung Diatonis dan Karawitan Kreasi) dalam albumnya.
Dengan masuknya nada diatonis tersebut, Gamelan Degung tidak hanya dapat dimainkan untuk membawakan lagu-lagu seperti biasanya, tetapi juga dapat mengiringi lagu-lagu pop dengan konsep iringan yang megadopsi pola iringan menggunakan sistem accord yang terdapat dalam estetika musik barat. Adapun lagu-lagu yang digarap dalam album degung DEDIKASI tersebut, adalah lagu-lagu pop barat yang populer di era tahun 90-an. Lagu-lagu tersebut contohnya adalah I Will Always Love You. Selain dari menggarap lagu-lagu pop barat, Ismet Ruchimat, dkk juga menggarap lagu-lagu pop daerah yang berasal dari berbagai penjuru nusantara, seperti lagu Es Lilin, Butet, Jali-Jali, Bengawan Solo, dan lain-lain.
Iik Setiawan salah seorang Seniman dan kreator seni Degung mengatakan, yang dimaksud Degung Kreasi dalam hal ini ialah yang tidak berpola pada Degung klasik, terdiri dari Degung Kawih (mengiringi vocal) dan Degung Instrumentalia. Album Degung Kreasi instrumentalia yang pertama kali booming hingga ke luar negeri adalah degung kreasi Ujang Suryana (Sabilulungan) dan Degung Kreasi Koestyara (Sangkala). Diproduksi sekitar tahun 1980 – 1982. Album Degung Kawih kreasi yang pertama booming (1982) adalah Album Degung Tilam Sono (Ida Widawati – Dian Record). Album Degung kawih Kalangkang (Nining Meida -1990) merupakan album rekaman terpopuler. Album rekaman Degung mulai meredup, sejak 2005 seiring merebaknya album musik pop Sunda. (Wawancara dengan Iik Setiawan, tgl 29 September 2023 di Bandung)
3. Seni Degung pada saat ini.
Perkembangan seni Degung di masyarakat (baik Degung klasik maupun Degung Kreasi) pada saat ini dapat dikatakan mengalami kemundurun, hal ini dapat dilihat dari publikasi di masyarakat, baik publikasi dalam bentuk album rekaman (kaset atau CD) maupun pertunjukan secara langsung. Belum diketehui secara pasti apa yang menjadi penyebabnya, namun seperti nasib kesenian-kesenian tradisi yang lainnya, salah satu penyebab kemunduruan atau sirnanya seni-seni tradisi adalah kurang diminati oleh masyarakat.
Seperti kita ketahui bahwa pada saat ini publikasi seni Degung hampir hilang, sekitar tahun 2000 masih ada industri rekaman yang memproduksi album-album seni Degung, baik secara instrumental maupun sudah memakai vocal, baik Degung Klasik maupun Degung Kreasi. Seni Degung masih dapat dinikmati apabila ada upaya untuk mencari dalam flatform digital itupun bukan karya baru tetapi karya lama yang diposting oleh seseorang maupun oleh lebel tertentu saja.
Demikian pula dengan pertunjukan secara langsung, pertunjukan seni Degung biasanya dipergelarkan dalam hajatan pesta perkawinan, karena salah satu bagian dari acara pernikahan adalah adanya penyambutan atau dikenal juga dengan nama upacara adat mapag Panganten. Pada saat ini penyambutan Penganten sudah berubah, tidak lagi mempergunakan iringan seni Degung, kebanyakan sudah mempergunakan ensambel yang lain seperti: Kacapi, Kendang, Latin Percusssion, Suling, Biola, Vokal, Saxophone dan lain-lain.
Tentang perkembangan Degung Klasik, Iik Setiawan menambahkan , “Saya mengenal lebih dalam Degung Klasik sejak bekerja di RRI Bandung Tahun 1985. Degung Klasik dimainkan langsung dan menjadi materi siaran setiap dua minggu satu kali dalam rangka pelestarian. Saya tidak mengetahui pasti tahun berapa degung klasik booming. Hanya dari data pustaka musik RRI Bandung, Degung Klasik lebih banyak direkam antara tahun 1969 – 1975. Hingga pensiun (2015) saya ikut terlibat sebagai pemain Degung Klasik yang direkam khusus untuk kepentingan industri (komersial) tidak lebih dari tiga album (SP recording, GNP, dan Dian Record. Sejak itu belum ada produser yang merekam (memproduksi) kembali Degung Klasik. (Wawancara Iik Setiawan, Tgl 29 September 2023 di Bandung).
Perkembangan seni Degung dalam dunia Pendidikan juga mengalami kemunduran tidak seperti tahun 1900 an, pada saat ini Sekolah-Sekolah (SD, SMP, SMA) makin sedikit yang memasukan pelajaran seni Degung sebagai salah satu mata pelajarannya. baik mata pelajaran wajib atau Ekstrakulikuler. Namun demikian ada beberapa Sekolah yang measih memasukan pembelajaran Seni Degung diantaranya SMP N 38 Bandung.yang sampai saat ini masih mengajarkan seni Degung.
Uju Junengsih, Guru Seni Budaya SMP Negeri 28 Bandung mengatakan, “ SMP N 38 Kota Bandung, sebagai Sekolah penggerak masih menggunakan pembelajan materi musik ansambel Degung sebagai materi pembelajaran kearifan lokal Jawa Barat. Pada saat ini penyebaran Degung di Sekolah-sekolah di Jawa Barat masih terbatas, oleh karenaya kepada pemerinah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan dapat membantu Sekolah-Sekolah yang belum memiliki Gamelan Degung, ini penting agar Gamelan Degung tetap hidup dan eksis di masyarakat baik di masyarakat umum maupun di Sekolah-Sekolah. (Wawancara Ibu Uju Junengsih, S.Sen, tgl 29 September 2023 di Bandung)
Dalam kesempatan berbeda Iik Setiawan mengungkapkan, “Eksistensi degung meredup di tengah masyarakat Jawa Barat (Sunda) seiring dengan fungsinya (sebagai musik hajatan yang cenderung bersifat ilustratif) tergeser oleh musik hajatan yang bersifat tontonan (elektone, kecapi pop, pop Sunda, dan sejenisnya). Dulu, pada sebagian besar masyarakat Jawa Barat, masih kental anggapan, yang merasa tidak afdol (khusuk) apabila pada acara hajatan khususnya pernikahan tidak terdengar (tersaji) musik Degung. Anggapan tersebut kini hampir hilang. Musik Degung pun semakin jarang dipentaskan. Sanggar/Lingkung Seni/Grup degung sepi orderan manggung. Apresiasi masyarakat terhadap musik degung semakin tipis, termasuk sekolah-sekolah yang dengan terpaksa menumpukkan gamelan Degungnya di Gudang, itulah kondisi saat ini berkaitan dengan eksistensi seni Degung.
Menurut Iik Setiawan untuk mengembalikan musik Degung kembali eksis di tengah masyarakat Jawa Barat, bukan pekerjaan ringan. harus dilakukan berbagai cara dan upaya yang melibatkan berbagai sasaran, seperti:
Di lingkungan sekolah (SD, SLTP) diwajibkan untuk menerapkan pelajaran kesenian daerah sebagai muatan lokal wajib pilihan kedua (setelah Bahasa Sunda)
Untuk menstimulasi minat masyarakat terhadap musik Degung, salah satunya diadakan kompetisi / Pasanggiri
Musik Degung yang masih terpelihara sebagai bahan pelajaran seperti di ISBI dan SMK Kesenian, diberi kesempatan yang luas untuk pentas pada acara ceremonial bergengsi yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta.
Media penyiaran publik radio, televisi, medsos, diwajibkan secara konsisten menyiarkan musik Degung.
Para kreator (musisi) meluangkan perhatian untuk mengkhususkan diri membuat karya yang bersumber pada musik Degung. (wawancara Iik Setiawan tgl 3 Oktober 2023 di Bandung)
Lili Suparli sebagai salah seorang kreator dan pemerhati kesenian tradisional / Karawitan Sunda mengatakan, seni Degung di masyarakat kondisinya sudah tidak terlalu eksis hal ini dikarenakan wahana ekspresi atau ruang ekspresinya sudah tidak terlalu eksis, baik untuk Degung Klasik maupun Degung Keasi. Sekitar th 1990 Seni Degung sering dipergunakan dalam karesmenan upacara adat atau upacara mapag penganten, namun dalam perkembangnnya upara adatpun pada saat ini sudah tidak mempergunakan Gamelan Degung sehingga saat ini dimasyarakatpun eksistensinya dapat dikatakan sangat kurang. Pada saat ini Gamelan Degung dapat dilihat pada event-event tertentu itupun sifatnya normative seperti di instansi-instansi terkait untuk kepentingan pelestarian, termasuk ISBI Bandung yang masih konsisten menyelenggarakan pasanggari Gamelan Degung. Maksud diadakannya pasanggiri ini menurut Lili adalah agar terjadi proses pewarisan. Lili berharap pasanggiri ini dapat dijadikan suatu upaya untuk mempertahankan eksistensi seni Degung sehingga terjadi pewarisan dan regenerasi secara berkesinambungan. (Wawancara Dr. Lili Suparli 5 September 2023 di Bandung).
4. Situ Spatahunan.
Beragamnya destinasi wisata di Jawa Barat sudah tidak perlu diragukan lagi, salah satunya adalah Situ Sipatahunan. Situ Sipatahunan sendiri merupakan salah satu wisata baru yang ada di Jawa Barat menambah deretan daftar destinasi wisata di Jawa Barat, Situ Sipatahunan dapat menjadi salah satu pilihan destinasi saat berada di tanah Sunda. Situ Sipatahunan sendiri merupakan sebuah danau buatan. terletak di RW 5 Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.
Diketahui bahwa sebelumnya Situ Sipatahunan ini digunakan untuk menampung air. Dahulu, air yang ditampung di danau buatan Situ Sipatahunan ini dipergunakan untuk berlangsungnya kehidupan masyarakat. Tidak hanya itu, Situ Sipatahunan juga menampung air agar dapat mengairi pertanian milik masyarakat di daerah tersebut.
Melalui kebijakan Bupati Kabupaten Bandung Dadang Naser, selain menata lingkungan sekitar Kawasan termasuk membuat tempat pertunjukan Bupati juga mengharapkan ditempat tersebut ada satu aktifitas kebudayaan yang terencana, dan memberikan ruang pada masyarakat (seniman) disektar kawasan Situ Sipatahunan untuk melakukan berbagai aktifitas termasuk aktifitas kesenian. Hal ini senada apa yang dikatakan Edi Sedyawati, “ agar suatu produk kebudayaan dapat lestari, yaitu ada eksistensinya tidak selalu berarti bentuk – bentuk pernyataan, maka perlu upaya – upaya yang dijamin kelangsungannya meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Perlindungan meliputi upaya – upaya untuk menjaga agar budaya hasil – hasil tidak hilang dan tidak rusak, pengembangan meliputi pengolahan yang menghasilkan peningkatan mutu dan atau perluasan khasanah (Sedyawati:2008:166)
Karena posisi situ Sipatahunan dekat dengan pemukiman masyarakat, hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan aktifitas pelatihan dikawasan ini dengan melibatkan masyarakat disekitarnya. Mengapa tempat ini menjadi pilihan penulis?, penulis berharap ditempat ini kesenian Degung bisa berkembang, minimal bisa dijadikan salah satu tontonan untuk wisatawan yang datang ketempat ini. Secara tidak langsung apabila hal ini dilakukan dengan serius penulis yakin dapat menghidupkan ekonomi kerakyatan masyarakat setempat
5. Materi Pelatihan
Materi Pelatihan Degung Kasik dikawasan Situ Sipatahunan mengacu pada hasil penelitian Abun Somawijaya. Menurut Somawijaya (1986), pola melodi Bonang dalam permainan Gamelan Degung klasik dibagi menjadi 17 pola. Di antaranya Pola Melodi Randegan (Randegan Singgul, Randegan Loloran), Pola Melodi Kedet, Pola Melodi Seler Putri (Seler Putri Panelu, Seler Putri Loloran), Pola Melodi Tengkepan Barung (Tengkepan Barung Panelu, Tengkepan Barung Singgul), Pola Melodi Parel, Pola Melodi Puyur Putri, Pola Melodi Rugrug, Pola Melodi Racikan, Pola Melodi Dayung Putri, Pola Melodi Rentagan, Pola Melodi Cindek, Pola Melodi Layar Putri, Pola Melodi Balik Layar, Pola Melodi Sendret, Pola Melodi Sampur, Pola Melodi Tenjragan, Pola Melodi Paser Barung.
Ke tujuh belas pola dasar permainan Bonang tersebut diatas merupakan pola-pola yang terdapat pada susunan penyajian lagu – lagu degung klasik, yang membedakan dalam satu lagu adalah posisinya saja.
6. Lagu-Lagu dan Peserta Pelatihan
Lagu Degung klasik yang dilatihkan di antaranya, Pajajaran, Mangari. Sunda Mekar, Banteng Wulung. Adapun peserta pelatihan ini terdiri dari Uus Koswara (Kendang), Iman Ismana (Bonang), Jejen S (Peking), Kusnendi Hardiansyah (Saron), Pandi (Goong), Umar Cahyana (Jenglong), Dadang Yuda Permana (Suling), Wawan (Dokumentasi).
PENUTUP
Pada saat ini seni Degung masih di pelajari sebagai mata pelajaran wajib hanya di Sekolah seni seperti SMKN 10 dan sebagai salah satu mata kuliah yang diberikan di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Disekolah-sekolah menengah umum lainnya seni Degung kalaupun ada hanya sebagai Mata Pelajaran Ekstra Kurikuler.
Kendala yang dihadapi olah para pengajar Seni Budaya khususnya yang memasukan mata pelajaran Gamelan Degung di Sekolah – Sekolah non sekolah seni adalah kurangnya fasilitas, dan sarana pendukung dalam pembelajaran, hal ini tentu saja menjadi kendala yang sangat mempengaruhi pada pewarisan dan regenerasi seni Degung dimasa yang akan datang. Dunia industripun (indsutri musik) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pelestarian seni – seni tradisional. Dede Suryana seorang Produder rekaman musik – musik tradisi mengatakan, “Seni Degung klasik booming pada era rekaman ANALOG (kaset) akhir tahun1980 – 2000 dengan masa keemasan 1970 – 2000. Awal hancurnya mulai th 2000 secara perlahan ketika digital masuk ke dunia rekaman. Semua industri rekaman Degung Klasik rame ketika masih mempergunakan kaset sekitar th 1970 – 2000 terutama di pulau jawa.
Menurut Dede salah satu upaya yang harus diciptakan agar seni-seni tradisi dapat bertahan dan eksis adalah dengan membuat dan membangun komunitas pencinta musik tradisional dengan cara: memainkan, menyanyikan dan joget bersama sama sesuai situasi saat ini dimana pengaruh media sosial dan teknologi sangat besar. Selain itu Dede mengaharapkan adanya data tentang seni – seni tradisi di Jawa Barat yang dapat diakses oleh siapapun, melalui data tersebut informasi yang ada kaitannya dengan perkembangan seni – seni tradisi dapat terpantau. (Wawancara dengan Dede Suryana, tgl 5 Oktober 2023 di Bandung).
Modernisasi dan globalisasi telah menggeser kebudayaan lokal pribumi ke pinggiran budaya dan ke pojok-pojok memori kolektif masyarakat. Di satu sisi, rasionalisasi dan perkembangan iptek telah memodernisasikan kehidupan orang Sunda dan mempermudah kehidupan mereka. Tetapi resikonya pun sangat besar yaitu hancurnya pranata-pranata sosial, institusi-institusi keagamaan dan memudarnya tradisionalisme kesundaan. (Mohamad Rudiana : 2018 : 9 )
Dalam buku Pengantar Dasar – Dasar Kreativitas Karawitan yang ditulis oleh Dedy Satya, Mohamad Rudiana dan Gempur Sentaosa ada empat pendekatan kreativitas yang dapat dilakukan oleh seorang creator musik (Musisi) dalam pengembangan seni tradisi yaitu: konservasi, Inovasi, revitalisasi dan rekontruksi. Keempat pendekatan ini menurut penulis dapat dijadikan sebagai upaya dalam pengembangan Seni Degung. Upaya Konservasi tentu saja dilakukan untuk menjaga, melindungi seni Degung dengan cara membuat pelatihan–pelatihan, workshop dan pasanggiri dan lain-lain.
Usaha yang dilakukan oleh Kelompok Dedikasi tentu saja harus mendapat apresiasi, karena mereka sudah melakukan suatu inovasi dengan mengambil ide gagasan penciptaan musiknya bersumber dari Degung Tradisi. Sebagai suatu kelompok musik, pada saat itu Dedikasi berhasil membuat suatu tawaran baru dalam pengembangan Degung tradisi, namun kreativitas kelompok ini tidak berlanjut dan hanya menghasilkan satu album yang dipublikasikan oleh salah satu major lebel yaitu Gema Nada Pertiwi (GNP)
Revitalisai tentu saja perlu difahami untuk menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat agar mereka ingat bahwa Seni Degung merupakan salah satu aset, kebanggan masyarakat Sunda yang pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi salah satu kesenian yang menjadi ciri khas tatar Sunda. ISBI Bandung melalui Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat, tahun 2023 ikut berkontribusi melakukan rekonstruksi dan revitalisasi pada seni–seni tradisi di Jawa Barat termasuk salah satunya seni Degung.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnia, Ganjar, Nalan, Arthur,S. 2003. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata PDP UNPAD
Sekarningsih, Ening. 2009. Diktat Mata Kuliah Degung: Pola Dasar Degung Kawih dan Pirigannya. Bandung: Jurusan Seni Karawitan Karawitan, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung
Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan Dalam Budaya, Wedatama Widya Sastra.
Rudiana, Mohamad 2019. Pakusarakan Kuring, Eksprerimentasi Ritme Pilemburan melalui Wacana Alih Wahana.Program Pssca Sarjana ISI Yogjakarta.
Satya, Hadianda, Dedy, Sentaosa, Gempur, Rudiana, Mohamad. 2021. Buku Ajar Dasar-Dasar Kreativitas Karawitan, Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan ISBI Bandung.
Somawijaya, Abun. 1986, Skripsi S1. Perkembangan Pola – Pola Tabuhan, Gamelan Degung di Jawa Barat. FSP ISI Yogjakarta.
Zakaria S,Iman, Mulyana, Kari, Suryaman, Atang. 2022. Diktat PJB dan PBL Mata Kuliah Degung: Jurusan Seni Karawitan Fakultas Seni Pertnjukan ISBI Bandung.
Tautan:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/31/200000479/sejarah-degung-gamelan-khas-sunda?page=all diunduh tanggal 28 Oktober 2023
Wawancara:
1. Dede Suryana
2. IIk Setiawan, S.Kar.
3. Dr. Lili Suparli, S.Sen, M.Sen.
4. Mamat Rachmat.
5. Uju Junengsih, S.Sen.
Di Kawasan Wisata Situ Sipatahunan
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
Tahun 2023
Oleh :
Mohamad Rudiana
Kari Mulyana
Institut Seni Budaya Indonesia Bandung
Deskripsi: Berbagai jenis kesenian tradisional tersebar di Jawa Barat dengan bentuk dan penyajian yang beraneka ragam, salah satunya adalah seni Degung.
Kata kunci: Degung Klasik Wanci Kiwari,LP2M, ISBI Bandung 2023
PENDAHULUAN
Gamelan Degung merupakan salah satu Gamelan yang popular dan khas dari daerah tatar Pasundan yang diperkirakan lahir sekitar abad ke – 18. Dalam penyajian Karawitan Sunda seni Degung termasuk pada bentuk Seni Karawitan campuran artinya disajikan gabungan antara vocal dan instrument atau dalam istilah karawitan Sunda dikenal dengan istilah waditra.
Dalam sebuah literasi dituliskan, Degung merupakan gamelan khas Sunda yang diperkirakan muncul pada abad ke-18. Istilah Degung berasal dari kata “ngadeg” (berdiri) dan “agung” (megah) atau “pangagung” (bangsawan). Dilihat dari asal katanya tersebut, yang dimaksud gamelan Degung adalah kesenian yang ditujukan bagi kemegahan atau keagungan martabat bangsawan.
Salah seorang Maestro Degung dan mantan pengajar Mata Kuliah Degung Entis Sutisna menyatakan bahwa pada mulanya Gamelan Degung hanya dimiliki dan popular dikalangan menak (Bupati), digunakan sebagai sarana hiburan serta media penyambutan tamu di Keraton atau Pendopo kabupaten.
Seiring dengan perkembangan jaman seni Degung mengalami pergeseran fungsi, semula Degung popular dikalangan menak dan menjadi salah satu seni pertunjukan untuk penyambutan tamu-tamu kalangan Menak atau Bangsawan bergeser menjadi seni pertunujukan yang digemari pula oleh masyarakat luas atau rakyak biasa dengan penyajian dan kreativitas yang berbeda-beda baik disajikan secara instrumental (tanpa vocal) maupun sudah mempergunakan vocal. Mamat Rachmat salah seorang pangrawit Seni Degung era Bapak Entjar Carmedi lebih lanjut mengatakan, “ bahwa pada saat ini memang eksistensi seni Degung tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, sekitar tahun 1980 sampai 1986 seni Degung masih bisa dinikmati oleh masyarakat, baik secara langsung (live performing maupun dalam bentuk rekaman. (wawancara Bapak Mamat Rachmat tgl 20 September di Bandung).
Secara instrumentasi seperangkat Gamelan Degung terdiri dari Bonang, Panerus, Peking, Jenglong, Suling, Kendang dan Goong. Pada mulanya waditra Jenglong berbentuk penclon diletakan dengan posisi digantung namun pada saat ini ada juga yang disimpan dibawah (mempergunakan ancak) yang dikenal dengan istilah Gamelan Temprak.
PEMBAHASAN
Secara penyajian seni Degung dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Degung Klasik.
Degung Klasik adalah salah satu seni pertunjukan yang material utamanya mempergunakan gamelan instrumentalia yang berlaras Degung. Ciri khas musikal Gamelan Degung tersebut terdapat pada melodi lagu yang dibawakan oleh tabuhan waditra Bonang dengan menggunakaqn pola tabuh gumekan (tabuhan yang dilagukan), sedangkan waditra suling yang digunakan adalah suling lubang empat dengan pola permainan melodi yang berpatokan pada melodi yang dibawakan oleh tabuhan bonang. Dengan perkembangan zaman, munculah gamelan degung kreasi sebagai salah satu peristiwa pengembangan gamelan degung sebagai salah satu gaya garap dalam gamelan degung. Aspek musikal yang membedakan garap degung klasik dengan degung kreasi, secara umum dapat dilihat dari pola tabuhan waditra bonang; degung klasik dengan menggunakan pola tabuh gumekan, sedangkan pada degung kreasi yang digunakan adalah pola tabuh kemprangan, susulan, cacagan, dan carukan sebagai pengaruh dari pola tabuhan gamelan kiliningan yang kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan kebutuhan garap Gamelan Degung.
Dalam buku yang berjudul “Perkembangan Pola-Pola Tabuhan Gamelan Degung di Jawa Barat”, yang ditulis oleh Abun Somawijaya pada tahun 1986, menceritakan tentang teknik tabuhan Degung klasik. Degung klasik merupakan salah satu gaya garap dalam gamelan Degung. Ciri khas musikal dari gaya garap gamelan Degung tersebut, dapat ditemukan pada melodi-melodi yang dibawakan oleh waditra bonang dengan menggunakan pola tabuhan gumek dan penggunaan serta garap waditra Suling Degung (Suling lubang empat) dengan pola permainan melodi yang berpatokan pada melodi yang dibawakan oleh waditra Bonang.
Degung klasik diduga berasal dari seni Degung yang berkembang pada sekitar akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Hal tersebut tercermin dari kemiripan penggunaan waditra-waditra yang terdapat dalam perangkat gamelan degung yang digunakan pada seni degung pada saat itu dengan perangkat gamelan degung yang digunakan pada saat ini.
Perangkat gamelan degung yang digunakan pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, terdiri dari waditra koromong (bonang) 13 penclon, cѐmprѐs (sarong panjang) 11 wilah, degung (jenglong) 6 penclon, dan goong satu buah. Pada tahun 1921, dilakukan penambahan waditra kendang dan suling oleh bapak Idi dan pada sekitar tahun 1985 dilakukan juga penambahan unsur vokal (sekar) dalam garap seni degung oleh Grup Parahyangan pimpinan E. Tjarmedi (Kurnia dan Nalan, 2003: 41-42). Perangkat gamelan Degung yang digunakan dalam Degung klasik pada saat ini, terdiri dari waditra Bonang, Saron Peking, Saron Panerus, Jenglong, Goong, Kendang dan Suling Degung (Suling lubang empat).
2. Degung Kreasi.
Sesuai dengan namanya “Degung Kreasi” secara teknis berarti dalam Degung Kreasi sudah nampak sentuhan kreativitas “kekinian” baik secara musikal, kompositoris, instrumentasi maupun penyajian. Secara musikal dalam Degung Kreasi sudah banyak mengadopsi pola permainan dan gramatika musik diluar pakem Karawitan Sunda (Degung). Secara Instrumentasi masih kelihatan pakem Degung secara konvensional namun tak sedikit pula para kreator yang sudah menambahkan element-element musik lainnya, seperti penambahan nada sisipan, dan menambahkan perkusi seperti seperti Perkusi Latin, Afrika dan Arab, semua dilakukan menyesuaikan pada komposisi lagu atau materi yang akan disajikannya.
Dalam buku Diktat “Mata Kuliah Degung: Pola Dasar Degung Kawih dan Pirigannya”, yang ditulis oleh Ening Sekarningsih tahun 2009, menceritakan tentang teknik tabuhan Degung kreasi baru. Degung kreasi merupakan salah satu gaya garap dalam Gamelan Degung. Aspek musikal pada pola tabuhan waditra Bonang yang digunakan dalam Degung Kreasi di antaranya adalah pola tabuhan kemprangan, susulan, cacagan, dan carukan yang merupakan hasil adopsi dari pola tabuh waditra Bonang dan Rincik dalam garap Gamelan Kiliningan.
Salah satu dari garap degung kreasi terjadi pada sekitar tahun 90-an, dengan sosok kreator bernama Nano S bersama grup degung Gentra Madya. Garap musikal degung kreasi yang dilabeli nama ‘Degung Kawih’ dalam album kasetnya, adalah dengan memasukan laras madenda kepada gamelan degung dan memasukan sturuktur musikal yang mirip dengan yang terdapat dalam garap gamelan wanda anyar Mang Koko.
Struktur musik yang dimasukan tersebut terdiri dari gending intro, iringan sekar yang mengadopsi pola iringan gamelan kiliningan, gending macakal, dan gending akhir atau coda. Selain hal tersebut, Nano S juga memasukan beberapa waditra tambahan seperti kacapi siter dan suling lubang enam. Adapun materi lagu-lagu yang populer di era tersebut di antaranya adalah lagu Kalangkang, Tibelat, Anjeun, Rumaos, dan lain-lain. Selain dari Nano S dan DASENTRA, terdapat Iik Setiawan, Lili Suparli, dan Ismet Ruchimat. Ismet Ruchimat, dkk menggarap musikal degung kreasi dengan memasukan unsur nada diatonis ke dalam gamelan Degung yang kemudian dilabeli nama DEDIKASI (Degung Diatonis dan Karawitan Kreasi) dalam albumnya.
Dengan masuknya nada diatonis tersebut, Gamelan Degung tidak hanya dapat dimainkan untuk membawakan lagu-lagu seperti biasanya, tetapi juga dapat mengiringi lagu-lagu pop dengan konsep iringan yang megadopsi pola iringan menggunakan sistem accord yang terdapat dalam estetika musik barat. Adapun lagu-lagu yang digarap dalam album degung DEDIKASI tersebut, adalah lagu-lagu pop barat yang populer di era tahun 90-an. Lagu-lagu tersebut contohnya adalah I Will Always Love You. Selain dari menggarap lagu-lagu pop barat, Ismet Ruchimat, dkk juga menggarap lagu-lagu pop daerah yang berasal dari berbagai penjuru nusantara, seperti lagu Es Lilin, Butet, Jali-Jali, Bengawan Solo, dan lain-lain.
Iik Setiawan salah seorang Seniman dan kreator seni Degung mengatakan, yang dimaksud Degung Kreasi dalam hal ini ialah yang tidak berpola pada Degung klasik, terdiri dari Degung Kawih (mengiringi vocal) dan Degung Instrumentalia. Album Degung Kreasi instrumentalia yang pertama kali booming hingga ke luar negeri adalah degung kreasi Ujang Suryana (Sabilulungan) dan Degung Kreasi Koestyara (Sangkala). Diproduksi sekitar tahun 1980 – 1982. Album Degung Kawih kreasi yang pertama booming (1982) adalah Album Degung Tilam Sono (Ida Widawati – Dian Record). Album Degung kawih Kalangkang (Nining Meida -1990) merupakan album rekaman terpopuler. Album rekaman Degung mulai meredup, sejak 2005 seiring merebaknya album musik pop Sunda. (Wawancara dengan Iik Setiawan, tgl 29 September 2023 di Bandung)
3. Seni Degung pada saat ini.
Perkembangan seni Degung di masyarakat (baik Degung klasik maupun Degung Kreasi) pada saat ini dapat dikatakan mengalami kemundurun, hal ini dapat dilihat dari publikasi di masyarakat, baik publikasi dalam bentuk album rekaman (kaset atau CD) maupun pertunjukan secara langsung. Belum diketehui secara pasti apa yang menjadi penyebabnya, namun seperti nasib kesenian-kesenian tradisi yang lainnya, salah satu penyebab kemunduruan atau sirnanya seni-seni tradisi adalah kurang diminati oleh masyarakat.
Seperti kita ketahui bahwa pada saat ini publikasi seni Degung hampir hilang, sekitar tahun 2000 masih ada industri rekaman yang memproduksi album-album seni Degung, baik secara instrumental maupun sudah memakai vocal, baik Degung Klasik maupun Degung Kreasi. Seni Degung masih dapat dinikmati apabila ada upaya untuk mencari dalam flatform digital itupun bukan karya baru tetapi karya lama yang diposting oleh seseorang maupun oleh lebel tertentu saja.
Demikian pula dengan pertunjukan secara langsung, pertunjukan seni Degung biasanya dipergelarkan dalam hajatan pesta perkawinan, karena salah satu bagian dari acara pernikahan adalah adanya penyambutan atau dikenal juga dengan nama upacara adat mapag Panganten. Pada saat ini penyambutan Penganten sudah berubah, tidak lagi mempergunakan iringan seni Degung, kebanyakan sudah mempergunakan ensambel yang lain seperti: Kacapi, Kendang, Latin Percusssion, Suling, Biola, Vokal, Saxophone dan lain-lain.
Tentang perkembangan Degung Klasik, Iik Setiawan menambahkan ,
“Saya mengenal lebih dalam Degung Klasik sejak bekerja di RRI Bandung Tahun 1985. Degung Klasik dimainkan langsung dan menjadi materi siaran setiap dua minggu satu kali dalam rangka pelestarian. Saya tidak mengetahui pasti tahun berapa degung klasik booming. Hanya dari data pustaka musik RRI Bandung,
Degung Klasik lebih banyak direkam antara tahun 1969 – 1975. Hingga pensiun (2015) saya ikut terlibat sebagai pemain Degung Klasik yang direkam khusus untuk kepentingan industri (komersial) tidak lebih dari tiga album (SP recording, GNP, dan Dian Record. Sejak itu belum ada produser yang merekam (memproduksi) kembali Degung Klasik. (Wawancara Iik Setiawan, Tgl 29 September 2023 di Bandung).
Perkembangan seni Degung dalam dunia Pendidikan juga mengalami kemunduran tidak seperti tahun 1900 an, pada saat ini Sekolah-Sekolah (SD, SMP, SMA) makin sedikit yang memasukan pelajaran seni Degung sebagai salah satu mata pelajarannya. baik mata pelajaran wajib atau Ekstrakulikuler. Namun demikian ada beberapa Sekolah yang measih memasukan pembelajaran Seni Degung diantaranya SMP N 38 Bandung.yang sampai saat ini masih mengajarkan seni Degung.Uju Junengsih, Guru Seni Budaya SMP Negeri 28 Bandung mengatakan, “ SMP N 38 Kota Bandung, sebagai Sekolah penggerak masih menggunakan pembelajan materi musik ansambel Degung sebagai materi pembelajaran kearifan lokal Jawa Barat. Pada saat ini penyebaran Degung di Sekolah-sekolah di Jawa Barat masih terbatas, oleh karenaya kepada pemerinah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan dapat membantu Sekolah-Sekolah yang belum memiliki Gamelan Degung, ini penting agar Gamelan Degung tetap hidup dan eksis di masyarakat baik di masyarakat umum maupun di Sekolah-Sekolah. (Wawancara Ibu Uju Junengsih, S.Sen, tgl 29 September 2023 di Bandung)
Dalam kesempatan berbeda Iik Setiawan mengungkapkan, “Eksistensi degung meredup di tengah masyarakat Jawa Barat (Sunda) seiring dengan fungsinya (sebagai musik hajatan yang cenderung bersifat ilustratif) tergeser oleh musik hajatan yang bersifat tontonan (elektone, kecapi pop, pop Sunda, dan sejenisnya). Dulu, pada sebagian besar masyarakat Jawa Barat, masih kental anggapan, yang merasa tidak afdol (khusuk) apabila pada acara hajatan khususnya pernikahan tidak terdengar (tersaji) musik Degung. Anggapan tersebut kini hampir hilang. Musik Degung pun semakin jarang dipentaskan. Sanggar/Lingkung Seni/Grup degung sepi orderan manggung. Apresiasi masyarakat terhadap musik degung semakin tipis, termasuk sekolah-sekolah yang dengan terpaksa menumpukkan gamelan Degungnya di Gudang, itulah kondisi saat ini berkaitan dengan eksistensi seni Degung.
Menurut Iik Setiawan untuk mengembalikan musik Degung kembali eksis di tengah masyarakat Jawa Barat, bukan pekerjaan ringan. harus dilakukan berbagai cara dan upaya yang melibatkan berbagai sasaran, seperti:
Di lingkungan sekolah (SD, SLTP) diwajibkan untuk menerapkan pelajaran kesenian daerah sebagai muatan lokal wajib pilihan kedua (setelah Bahasa Sunda).
Untuk menstimulasi minat masyarakat terhadap musik Degung, salah satunya diadakan kompetisi / Pasanggiri
Musik Degung yang masih terpelihara sebagai bahan pelajaran seperti di ISBI dan SMK Kesenian, diberi kesempatan yang luas untuk pentas pada acara ceremonial bergengsi yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta.
Media penyiaran publik radio, televisi, medsos, diwajibkan secara konsisten menyiarkan musik Degung.
Para kreator (musisi) meluangkan perhatian untuk mengkhususkan diri membuat karya yang bersumber pada musik Degung. (wawancara Iik Setiawan tgl 3 Oktober 2023 di Bandung)
Lili Suparli sebagai salah seorang kreator dan pemerhati kesenian tradisional / Karawitan Sunda mengatakan, seni Degung di masyarakat kondisinya sudah tidak terlalu eksis hal ini dikarenakan wahana ekspresi atau ruang ekspresinya sudah tidak terlalu eksis, baik untuk Degung Klasik maupun Degung Keasi. Sekitar th 1990 Seni Degung sering dipergunakan dalam karesmenan upacara adat atau upacara mapag penganten, namun dalam perkembangnnya upara adatpun pada saat ini sudah tidak mempergunakan Gamelan Degung sehingga saat ini dimasyarakatpun eksistensinya dapat dikatakan sangat kurang. Pada saat ini Gamelan Degung dapat dilihat pada event-event tertentu itupun sifatnya normative seperti di instansi-instansi terkait untuk kepentingan pelestarian, termasuk ISBI Bandung yang masih konsisten menyelenggarakan pasanggari Gamelan Degung. Maksud diadakannya pasanggiri ini menurut Lili adalah agar terjadi proses pewarisan. Lili berharap pasanggiri ini dapat dijadikan suatu upaya untuk mempertahankan eksistensi seni Degung sehingga terjadi pewarisan dan regenerasi secara berkesinambungan. (Wawancara Dr. Lili Suparli 5 September 2023 di Bandung).
4. Situ Spatahunan.
Beragamnya destinasi wisata di Jawa Barat sudah tidak perlu diragukan lagi, salah satunya adalah Situ Sipatahunan. Situ Sipatahunan sendiri merupakan salah satu wisata baru yang ada di Jawa Barat menambah deretan daftar destinasi wisata di Jawa Barat, Situ Sipatahunan dapat menjadi salah satu pilihan destinasi saat berada di tanah Sunda. Situ Sipatahunan sendiri merupakan sebuah danau buatan. terletak di RW 5 Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.
Diketahui bahwa sebelumnya Situ Sipatahunan ini digunakan untuk menampung air. Dahulu, air yang ditampung di danau buatan Situ Sipatahunan ini dipergunakan untuk berlangsungnya kehidupan masyarakat. Tidak hanya itu, Situ Sipatahunan juga menampung air agar dapat mengairi pertanian milik masyarakat di daerah tersebut.
Melalui kebijakan Bupati Kabupaten Bandung Dadang Naser, selain menata lingkungan sekitar Kawasan termasuk membuat tempat pertunjukan Bupati juga mengharapkan ditempat tersebut ada satu aktifitas kebudayaan yang terencana, dan memberikan ruang pada masyarakat (seniman) disektar kawasan Situ Sipatahunan untuk melakukan berbagai aktifitas termasuk aktifitas kesenian. Hal ini senada apa yang dikatakan Edi Sedyawati, “ agar suatu produk kebudayaan dapat lestari, yaitu ada eksistensinya tidak selalu berarti bentuk – bentuk pernyataan, maka perlu upaya – upaya yang dijamin kelangsungannya meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Perlindungan meliputi upaya – upaya untuk menjaga agar budaya hasil – hasil tidak hilang dan tidak rusak, pengembangan meliputi pengolahan yang menghasilkan peningkatan mutu dan atau perluasan khasanah (Sedyawati:2008:166)
Karena posisi situ Sipatahunan dekat dengan pemukiman masyarakat, hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan aktifitas pelatihan dikawasan ini dengan melibatkan masyarakat disekitarnya. Mengapa tempat ini menjadi pilihan penulis?, penulis berharap ditempat ini kesenian Degung bisa berkembang, minimal bisa dijadikan salah satu tontonan untuk wisatawan yang datang ketempat ini. Secara tidak langsung apabila hal ini dilakukan dengan serius penulis yakin dapat menghidupkan ekonomi kerakyatan masyarakat setempat
5. Materi Pelatihan
Materi Pelatihan Degung Kasik dikawasan Situ Sipatahunan mengacu pada hasil penelitian Abun Somawijaya. Menurut Somawijaya (1986), pola melodi Bonang dalam permainan Gamelan Degung klasik dibagi menjadi 17 pola. Di antaranya Pola Melodi Randegan (Randegan Singgul, Randegan Loloran), Pola Melodi Kedet, Pola Melodi Seler Putri (Seler Putri Panelu, Seler Putri Loloran), Pola Melodi Tengkepan Barung (Tengkepan Barung Panelu, Tengkepan Barung Singgul), Pola Melodi Parel, Pola Melodi Puyur Putri, Pola Melodi Rugrug, Pola Melodi Racikan, Pola Melodi Dayung Putri, Pola Melodi Rentagan, Pola Melodi Cindek, Pola Melodi Layar Putri, Pola Melodi Balik Layar, Pola Melodi Sendret, Pola Melodi Sampur, Pola Melodi Tenjragan, Pola Melodi Paser Barung.
Ke tujuh belas pola dasar permainan Bonang tersebut diatas merupakan pola-pola yang terdapat pada susunan penyajian lagu – lagu degung klasik, yang membedakan dalam satu lagu adalah posisinya saja.
6. Lagu-Lagu dan Peserta Pelatihan
Lagu Degung klasik yang dilatihkan di antaranya, Pajajaran, Mangari. Sunda Mekar, Banteng Wulung. Adapun peserta pelatihan ini terdiri dari Uus Koswara (Kendang), Iman Ismana (Bonang), Jejen S (Peking), Kusnendi Hardiansyah (Saron), Pandi (Goong), Umar Cahyana (Jenglong), Dadang Yuda Permana (Suling), Wawan (Dokumentasi).
PENUTUP
Pada saat ini seni Degung masih di pelajari sebagai mata pelajaran wajib hanya di Sekolah seni seperti SMKN 10 dan sebagai salah satu mata kuliah yang diberikan di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Disekolah-sekolah menengah umum lainnya seni Degung kalaupun ada hanya sebagai Mata Pelajaran Ekstra Kurikuler.
Kendala yang dihadapi olah para pengajar Seni Budaya khususnya yang memasukan mata pelajaran Gamelan Degung di Sekolah – Sekolah non sekolah seni adalah kurangnya fasilitas, dan sarana pendukung dalam pembelajaran, hal ini tentu saja menjadi kendala yang sangat mempengaruhi pada pewarisan dan regenerasi seni Degung dimasa yang akan datang. Dunia industripun (indsutri musik) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pelestarian seni – seni tradisional. Dede Suryana seorang Produder rekaman musik – musik tradisi mengatakan, “Seni Degung klasik booming pada era rekaman ANALOG (kaset) akhir tahun1980 – 2000 dengan masa keemasan 1970 – 2000. Awal hancurnya mulai th 2000 secara perlahan ketika digital masuk ke dunia rekaman. Semua industri rekaman Degung Klasik rame ketika masih mempergunakan kaset sekitar th 1970 – 2000 terutama di pulau jawa.
Menurut Dede salah satu upaya yang harus diciptakan agar seni-seni tradisi dapat bertahan dan eksis adalah dengan membuat dan membangun komunitas pencinta musik tradisional dengan cara: memainkan, menyanyikan dan joget bersama sama sesuai situasi saat ini dimana pengaruh media sosial dan teknologi sangat besar. Selain itu Dede mengaharapkan adanya data tentang seni – seni tradisi di Jawa Barat yang dapat diakses oleh siapapun, melalui data tersebut informasi yang ada kaitannya dengan perkembangan seni – seni tradisi dapat terpantau. (Wawancara dengan Dede Suryana, tgl 5 Oktober 2023 di Bandung).
Modernisasi dan globalisasi telah menggeser kebudayaan lokal pribumi ke pinggiran budaya dan ke pojok-pojok memori kolektif masyarakat. Di satu sisi, rasionalisasi dan perkembangan iptek telah memodernisasikan kehidupan orang Sunda dan mempermudah kehidupan mereka. Tetapi resikonya pun sangat besar yaitu hancurnya pranata-pranata sosial, institusi-institusi keagamaan dan memudarnya tradisionalisme kesundaan. (Mohamad Rudiana : 2018 : 9 )
Dalam buku Pengantar Dasar – Dasar Kreativitas Karawitan yang ditulis oleh Dedy Satya, Mohamad Rudiana dan Gempur Sentaosa ada empat pendekatan kreativitas yang dapat dilakukan oleh seorang creator musik (Musisi) dalam pengembangan seni tradisi yaitu: konservasi, Inovasi, revitalisasi dan rekontruksi. Keempat pendekatan ini menurut penulis dapat dijadikan sebagai upaya dalam pengembangan Seni Degung. Upaya Konservasi tentu saja dilakukan untuk menjaga, melindungi seni Degung dengan cara membuat pelatihan–pelatihan, workshop dan pasanggiri dan lain-lain.
Usaha yang dilakukan oleh Kelompok Dedikasi tentu saja harus mendapat apresiasi, karena mereka sudah melakukan suatu inovasi dengan mengambil ide gagasan penciptaan musiknya bersumber dari Degung Tradisi. Sebagai suatu kelompok musik, pada saat itu Dedikasi berhasil membuat suatu tawaran baru dalam pengembangan Degung tradisi, namun kreativitas kelompok ini tidak berlanjut dan hanya menghasilkan satu album yang dipublikasikan oleh salah satu major lebel yaitu Gema Nada Pertiwi (GNP)
Revitalisai tentu saja perlu difahami untuk menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat agar mereka ingat bahwa Seni Degung merupakan salah satu aset, kebanggan masyarakat Sunda yang pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi salah satu kesenian yang menjadi ciri khas tatar Sunda. ISBI Bandung melalui Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat, tahun 2023 ikut berkontribusi melakukan rekonstruksi dan revitalisasi pada seni–seni tradisi di Jawa Barat termasuk salah satunya seni Degung.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnia, Ganjar, Nalan, Arthur,S. 2003. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata PDP UNPAD
Sekarningsih, Ening. 2009. Diktat Mata Kuliah Degung: Pola Dasar Degung Kawih dan Pirigannya. Bandung: Jurusan Seni Karawitan Karawitan, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung
Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan Dalam Budaya, Wedatama Widya Sastra.
Rudiana, Mohamad 2019. Pakusarakan Kuring, Eksprerimentasi Ritme Pilemburan melalui Wacana Alih Wahana.Program Pssca Sarjana ISI Yogjakarta.
Satya, Hadianda, Dedy, Sentaosa, Gempur, Rudiana, Mohamad. 2021. Buku Ajar Dasar-Dasar Kreativitas Karawitan, Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan ISBI Bandung.
Somawijaya, Abun. 1986, Skripsi S1. Perkembangan Pola – Pola Tabuhan, Gamelan Degung di Jawa Barat. FSP ISI Yogjakarta.
Zakaria S,Iman, Mulyana, Kari, Suryaman, Atang. 2022. Diktat PJB dan PBL Mata Kuliah Degung: Jurusan Seni Karawitan Fakultas Seni Pertnjukan ISBI Bandung.
Tautan:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/31/200000479/sejarah-degung-gamelan-khas-sunda?page=all diunduh tanggal 28 Oktober 2023
Wawancara:
1. Dede Suryana
2. IIk Setiawan, S.Kar.
3. Dr. Lili Suparli, S.Sen, M.Sen.
4. Mamat Rachmat.
5. Uju Junengsih, S.Sen.